Ramadhan dalam Sepi

kabah 2

foto diambil dari Islami.co

Boleh jadi, Ramadhan tahun ini sepi dari tradisi, sepi dari publikasi. Ya, tidak seperti Ramadhan tahun-tahun sebelumnya yang penuh hingar-bingar mengatasnamakan syiar.

Jika Ramadhan yang lalu-lalu, kita kerap menikmati jamuan berbuka puasa dengan teman, kolega, komunitas atau sekedar sanak saudara di rumah makan, kafe, restoran, mall hingga hotel mewah. Atau setidaknya melaluinya sekedar nongkrong di tempat keramaian di pinggir jalan. Tak sebatas lantaran termakan masuknya waktu berbuka. Tapi memang sudah direncanakan dengan matang. Tak hanya bersama kawan, teman seprofesi atau yang baru kenalan.

Biasanya, instansi pemerintah maupun swasta, gedung perkantoran, termasuk komunitas kerap melaluinya bersuka ria. Bahkan banyak pula yang menggelar kegiatan berbuka puasa yang biasanya dikemas dengan acara berbagi bersama kaum dhuafa, anak yatim kadang menghadirkan public figure, tahun ini, dipastikan tidak ada.  Apalagi kegiatan berbagi santapan sahur di jalanan atau sering kita dengar dengan istilah Sahur on the Road, nyaris tidak ada. Walau kadang semua itu terkesan syiar yang riya.

Ramadhan tahun ini memang sepi, jika tahun-tahun sebelumnya, masjid/mushola begitu semarak. Muda-mudi, orangtua dan anak kecil berbondong-bondong meramaikan ibadah Ramadhan sunnah tarawih, tadarus Al-Quran hingga pesantren kilat. Meski, kadang kembali sepi begitu masuk penghujung Ramadhan. Beragam program Ramadhan yang digagas pengurus masjid/mushola hingga karangtaruna acap mewarnai Ramadhan, tapi kini sepi.

Tak hanya masjid/mushola yang sepi, pusat keramaian yang biasanya riuh di sore hari jelang berbuka dengan para pedagang yang menjajakan beraneka ragam makanan pembuka. Tak terkecuali tradisi menjemput magrib atau dikenal ‘ngabuburit’ yang biasa dilakukan kaum muda-mudi, anak-anak, kadang orang dewasa pula.

Pun dengan kebiasaan umat muslim di sana (Arab Saudi) yang begitu royal berbagi di bulan suci, menyuguhkan aneka hidangan berbuka di halaman masjid bahkan hingga di pinggir jalan. Di Ramadhan tahun ini, pemandangan seperti itu tidak bisa kita saksikan.

Bahkan ada sebagian kaum muslim yang berlebih rejeki, biasanya melaluinya dengan umrah di sebagian atau bahkan sepajang Ramadhan di kota Suci yang penuh kenangan. Tak heran bila biro perjalanan umrah kerap melakukan keberangkatan, tapi tahun ini tidak diperbolehkan.

Ya, dua masjid suci itu seakan hanya dimiliki dan dinikmati oleh meraka yang selama ini mengabdikan diri menjaga kesucian. Di mana pada hari-hari biasa, mereka belum tentu bisa seleluasa dan sebebas tahun ini bisa melakukan. Meski, sejatinya selama ini mereka beribadah mendekatkan diri kepada Sang Pemilik di sela-sela waktu dengan caranya sendiri sembari menjalani kewajiban.

Boleh jadi, dengan kondisi kejadian ini membuat kita iri, kepada mereka yang bisa dengan leluasa ibadah di dua masjid suci. Ramadhan tahun ini, mengajak kita untuk mengaca diri. Apakah yang kita lakukan selama ini, dan kala di bulan suci Ramadhan hanya sekedar untuk keperluan publikasi atau pencitraan diri? Ataukah benar-benar datang dari dalam hati sebagai bentuk penghambaan diri? Masihkan kita mau dan bersedia mendermakan sebagian harta untuk kaum papa, walau sekedar sepiring nasi kepada keluarga, tetangga kanan-kiri di kala sepi dan kondisi krisis, bahkan tanpa ada publikasi seperti saat ini?

Boleh jadi, Ramadhan tahun ini sepi, agar kita selalu berpikir kembali, apakah ibadah Ramadhan dan amal-amalan sholeh lainnya, termasuk kesholehan sosial kita sudah atas dasar perintah Ilahi Robbi dan anjuran Nabi?

Dan bisa jadi, sepinya Ramadhan tahun ini tersekat Covid-19, Allah Aza Wajalla lewat pasukan reniknya tengah menebar tabir untuk menutupi semua aib kita yang gila harta dan tahta. Menutupi semua kebusukan niat, kepalsuan dan kepamrihan kita dalam berderma yang selalu ingin dipuja di mata manusia. Pun mereka, kaum dhuafa tak pernah berharap apa-apa dari kita. Bahkan kadang mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan, selain berserah kepada-Nya. Karena, memang semua itu ada yang menggerakkan, Allah Subhanahu Wata’ala.

Sejatinya, Ramadhan tahun ini sepi, agar kita kembali ke keluarga inti. Biarlah keluarga saja yang mengetahui, tartil dan fasihnya bacaan Al-Qur’an kita, tekunnya ritual ibadah kita, ringannya tangan dan langkah kaki untuk berbagi.

Yuk, di rumah saja, agar semua sekat lantaran virus corona ini segera terbuka. Dari rumah kita bisa berbagi bahagia, menebar kebaikan kepada yang membutuhkan, terlebih di era digitalisasi tak harus berkumpul dengan riuhnya. Karena dengan sepi pun kita tetap bisa melakukannya. Tak usah khawatir dengan tiadanya publikasi, niatkan saja karena Ilahi Rabbi, insya Allah sampai di langit, di bumi sealam jagat raya, bahkan yang pasti kepada sang pencatat amal perbuatan manusia. Semoga.

Ciputat, 7 Ramadhan 1441 H (30 April 2020)

Leave a comment