Digitalisasi TV merupakan sebuah keniscayaan. Buktinya, seluruh dunia kini tengah memulai percobaan mematikan siaran TV Analog, tak terkecuali Indonesia. Jadi, bersiaplah untuk membuang TV Analog dan menggantinya dengan TV Digital. Alternatif lain adalah dengan menyediakan Set Top Box (STB) alias decoder.
Percobaan migrasi dari siaran analog ke digital, berlangsung sejak lima tahun lalu. Industri pertelevisian Jerman misalnya, memulai sejak 2003 untuk kota Berlin dan 2005 di kota Munich. Inggris pun melakukan hal yang sama, pada 2005, dan rencananya pada 2012 akan mematikan siaran TV analognya. Kawasan Eropa lainnya, seperti Perancis, baru akan menghentikan pada 2010 mendatang. Dan Jepang, sebagai salah satu negara produsen TV, baru memberhentikan total siaran TV analog pada 2011.
Di Amerika Serikat (AS), mulai pertengahan Juni lalu telah memastikan untuk mematikan siaran TV analog. Ini ditegaskan Presiden Barack Obama, yang mengingatkan warga Amerika bahwa migrasi dari analog ke digital akan dilakukan pada 12 Juni 2009. “ Saya ingin memperjelas, tidak akan ada lagi penundaan. Saya mendesak tiap orang yang belum siap untuk bertindak hari ini, sehingga kalian tidak akan ketinggalan berita-berita penting dan informasi darurat pada 12 Juni,” kata Obama seperti dilansir Information Week, 8 Juni 2009.
Lalu di Indonesia? Peluncuran TV digital pertama kali dimulai pada awal Agustus 2008 lalu dengan standar siaran digital yang disebut DVB-T (Digital Video Broadcasting Satellite). Sementara peresmian uji coba TV digital baru dilakukan Mei hingga September nanti. Dimana pada akhirnya, Indonesia akan benar-benar siap memasuki mengganti siaran TV analognya pada 2018 mendatang. Dan kabarnya untuk mengembangkan jaringan TV digital ini, pemerintah harus berhutang sebesar 17,6 juta Euro atau setara dengan Rp 253 Miliar.
“ Uji coba siaran TV digital yang dilakukan empat konsorsium TV digital akan terus disosialisasikan ke masyarakat, karena Indonesia akan menuju digitalisasi TV pada tahun 2018,” kata Freddy Tulung, Direktur Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi (SKDI) Departemen Komunikasi dan Informasi, di Jakarta saat meluncurkan Built-In Digital TV pertama di Indonesia buatan LG Electronics Indonesia, akhir Juni lalu.
Upaya sosialisasi uji coba digitalisasi TV terus dilakukan oleh pemerintah. Diantaranya bekerjasama dengan dua konsorsium untuk siaran bebas biaya (free to air) yang terdiri dari PT Konsorsium TV Digital Indonesia (KTDI) –perusahaan patungan dari ANTV, METROTV, SCTV, TRANSTV, TRANS7 dan TVONE— dan TVRI-Telkom. Dan dua konsorsium untuk siaran TV berbayar adalah Konsorsium Tren Mobile dan Konsorsium Telkom-Telkomsel-Telkomvision. Tentu saja, untuk keperluan membangun infrastruktur seperti transmisi, multiplexing dan encoding, keempat konsorsium telah menyiapkan dana yang lumayan besar.
Hadirnya era digitalisasi TV tentunya selain menambah pekerjaan rumah pemerintah, juga mendatangkan peluang bisnis bagi industri elektronik dalam negeri. Pasalnya, untuk bisa menangkap sinyal digital, maka diperlukan pesawat TV digital yang baru atau menggunakan alat tambahan baru yang berfungsi untuk merubah sinyal digital menjadi analog. Salah satunya pabrikan TV asal Korea Selatan, LG Electronics yang baru-baru ini meluncurkan produk LCD TV yang dilengkapi chip penangkap siaran TV Digital. Dalam hal ini, LG mempekenalkan seri 47LH50YD dan 55LH50YD. Inilah dua seri LCD TV Built-In Digital TV pertama di Indonesia. Produk yang dibandrol seharga Rp 25-45 juta ini bersifat hybrid, artinya tetap bisa menangkap baik siaran digital maupun analog.
“ Kami melihat keseriusan pemerintah dalam mempersiapkan siaran TV digital di Indonesia. Untuk itu, kami menyiapkan produk pilihan yang siap mendukung percepatan migrasi menuju era TV digital, tanpa harus menyediakan decoder,” papar Win Godfried, General Manager Dipslay Factory PT LG Electronics Indonesia.
Sementara, untuk upaya lainnya adalah dengan menyediakan decoder atau set top box (STB) yang saat telah diproduksi oleh PT INTI, PT Hartono Istana Teknologi (Polytron), PT Panggung Elektronik (Akari). Konon alat ini dijual seharga Rp 300 – 400 ribu per unitnya. Paling tidak, menurut Freddy Tulung, dalam waktu tiga hingga empat tahun ke depan, kebutuhan pasar akan STB akan mencapai 30-40 juta unit. “ Saat ini penduduk Indonesia ada sekitar 230 juta-an, sementara 50 juta keluarga di antaranya sudah menjangkau televisi atau sekitar 75 persennya. Artinya, proyeksi pasar mencapai 30-40 juta cukup realistis,” ujar Freddy.
Dan dalam rangka masa percobaan sejak Mei hingga September 2009 mendatang, pemerintah telah membagikan sebanyak tujuh ribu unit STB secara gratis kepada masyarakat sekitar Jabodetabek. Diharapkan dari program ini, masyarakat secara langsung dapat menikmati siaran TV digital dan memberi penilaian terhadap penyelenggaraan siaran TV digital, baik dari aspek teknis maupun non teknis.
Memang, lewat TV digital, satu kanal akan dapat menyiarkan 2-3 program sekaligus. Dengan kata lain, ketika Anda sedang menikmati sepak bola, penonton juga bisa menyaksikan film atau hiburan musik. “ Peralihan ini akan dilakukan secara bertahap dimulai dari Jabodetabek, hingga tuntas secara nasional. Waktu 10 tahun cukup untuk masa peralihan,” pungkasnya. [view]
Tulisan ini ditulis dan dimuat untuk VIEW edisi Agustus 2009