Kemang Village Reached the Top Celebration

foto by izoruhai

Genderang tambur yang membahana di ruang pamer Kemang Village Residences pada awal Maret lalu menandai pelaksanaan topping off pada tiga apartemen tahap pertama yang dikembangkan PT Lippo Karawaci Tbk. Rencananya, pengembang akan melakukan serah terima kepada pembeli pada Agustus mendatang. Kemang Village Residences yang terletak di kawasan Kemang, Jakarta Selatan merupakan proyek pengembangan terpadu andalan Lippo Karawaci senilai 1,3 miliar dollar.

Acara seremonial penutupan atap –bertajuk Kemang Village Reached The Top Celebration— dari apartemen The Ritz, The Cosmopolitan dan The Empire itu dihadiri sejumlah tamu kehormatan seperti Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng, Chief Executive Officer (CEO) Lippo James T Riady, Walikota Jakarta Selatan Syahrul Effendi, Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Teguh Satria, jajaran direksi dan komisaris Lippo Karawaci serta sejumlah duta besar negara sahabat.

Dalam sambutannya, James Riady mengharapkan agar pemerintah dapat memberi kepastian kepemilikan properti kepada warga asing sampai 85 tahun dan di daerah tertentu sampai 70 tahun. Hal ini dapat mendorong pembentukan modal nasional. “Range harga properti tidak perlu dipatok. Tetapi untuk kepemilikan strata title harus ditentukan kota dan area tertentu misalnya kota-kota besar dan kota pariwisata seperti Jakarta, Surabaya, Batam atau Bali,” kata James Riady.

Pada kesempatan itu, Menpera menyatakan bahwa perubahan Peraturan Pemerintah (PP) untuk kepemilikan properti bagi warga negara asing masih dalam proses. “Mudah-mudahan pada semester pertama tahun ini sudah selesai sehingga warga asing dapat membeli  rumah di Indonesia,” kata Suharso Monoarfa dalam sambutannya.

Sementara Direktur PT Lippo Karawaci Tbk, Jopy Rusli mengatakan, Kemang Village dengan kelengkapan fasilitas berkaliber internasional di Indonesia adalah solusi jaman sekarang. Dimana tempat tinggal yang sehat berdekatan dengan segala kebutuhan hidup mulai dari pendidikan, belanja, hiburan sampai layanan kesehatan dapat ditempuh dalam waktu singkat dengan berjalan kaki. “Waktu yang berharga dapat dimanfaatkan dengan lebih baik dari pada habis terbuang macet di jalan,” ujarnya.

Ketiga menara The Ritz, The Cosmopolitan dan The Empire yang diluncurkan Agutus 2007 –yang terdiri dari 730 unit hunian— itu sudah habis terjual. Dan kini, Kemang Village Residences tengah memasarkan dua menara baru yakni The Tiffany dan The Infinity, sehingga total unit yang ditawarkan dari lima apartemen tersebut mencapai 1.100 unit.

Sebagai luxurious integrated development flagship dari grup Lippo, Kemang Village Residences yang menempati kawasan seluas 15,5 hektar juga menghadirkan fasilitas bertaraf internasional. Terlebih lagi kawasan Kemang, Jakarta Selatan ini sejak lama dikenal sebagai pusat komunitas ekspatriat, bahkan identik sebagai expatriat village-nya Indonesia.

Kemang Village Residences sendiri merupakan perpaduan dari tujuh menara apartemen mewah yang dilengkapi dengan Sekolah Pelita Harapan International berkapasitas 1.200 murid yang akan dibuka Agustus 2010, pusat perbelanjaan bertaraf internasional, Hotel Aryaduta, Country Club, Spa, Corporate Club dan kapel untuk pernikahan.

Kawasan hunian terpadu ini merupakan hasil kolaborasi rancangan tim kelas dunia yang terdiri dari para konsultan ternama. Selain bangunan indahnya didesain DP Architects dari Singapura, landskapnya bernuansa resor didesain Bill Bensley yang dinominasikan sebagai “The King of Exotic Luxury Resorts” oleh TIME Magazine. Rancangan interiornya juga tidak kalah mewah, didesain oleh Thomas Elliot, ahli desain interior khusus properti mewah. Water management dikerjakan Royal Haskoning dari Belanda. Sementara structure engineering-nya oleh T.Y. Lin dari Amerika dan M.E.P oleh Meinhardt Internationals.

Lewat proyek Kemang Village Residences ini, grup Lippo juga ingin menegaskan kepeduliannya terhadap lingkungan. Dimana Kemang Village Residences merupakan kawasan yang pertama melakukan langkah inovatif dengan mendisain suatu water retention dan fasilitas manajemen perairan yang akan menjadi pionir dalam pembangunan proyek lain dengan menerapkan konsep green living environment. [view]

Tulisan ini ditulis dan dimuat untuk VIEW edisi April 2010

The Infinity Kemang Village Residences: Infinite Luxury Living of The Stars

infinity2Hadirnya kawasan superblok memang menjadi fenomena menarik. Dan tentunya, seiring dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, superblok akan menjadi daya tarik karena konsepnya yang menyatu dan semua ada disitu. Tak hanya reputasi dan gengsi, tren yang terus menggejala ini telah menjadi bagian gaya hidup kaum kosmopolitan.

Satu dari sekian hunian superblok adalah Kemang Village, sebuah kawasan superblok kelas dunia –yang dikembangkan Lippo Group— hadir di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Setelah sukses meluncurkan empat tower sebelumnya yakni The Ritz, The Empire, The Cosmopolitan dan The Tiffany, Kemang Village kembali menawarkan The Infinity. Sebuah kondominium yang memiliki fasilitas hidup serba mewah layaknya seorang bintang. Wajar, menara kelima dari Kemang Village yang dilabeli The Infinity ini merupakan produk properti yang menyasar kalangan atas.

Menurut Jopy Rusli, Direktur PT Lippo Karawaci Tbk., pembangunan menara The Infinity yang menelan biaya Rp 400 miliar ini, rencananya akan rampung tahun 2011 mendatang. Menara sebanyak 174 unit, dilengkapi sistem keamaan super ketat sejak dari pintu gerbang hingga pada setiap unitnya, ditawarkan mulai dari Rp 2 miliar. “ Meski belum diluncurkan ke publik, sekitar 20 persen dari total unit yang ada telah dipesan,” ungkap Jopy saat memperkenalkan menara yang mengusung jargon Infinite Luxury Living of The Stars kepada media beberapa waktu lalu.

Tak berlebihan memang, imbuh Jopy, jika The Infinity mengusung hal itu. Pasalnya, selain tiap lantainya hanya terdiri empat unit, penghuni bisa menikmati fasilitas yang terintegrasi di Kemang Village. Di depan lobi –yang bermaterikan serba kaca dan tampak megah— penghuni akan disambut oleh sebuah dramatic water fall berukuran besar. Berikutnya ketika hendak menuju ruangan, penghuni pun bisa langsung menggunakan lift pribadi. Dan kala memasuki ruangan yang terhubung dengan foyer dan balkon yang serba pribadi dengan view yang menakjubkan.

Kenyamanan tak berhenti disitu saja. Penghuni pun dibolehkan memboyong hewan piaraan kesayangannya menjadi bagian dari penghuni kondominium yang hadir dalam ukuran mulai dari 107,6 meter persegi hingga yang paling besar 319,4 meter persegi. “ Inilah sebuah konsep yang pertama dan satu-satunya pada kondominium yang dilengkapi dengan menyediakan ruangan untuk hewan piaraannya,” imbuhnya.

Kehadiran kawasan Avenue of The Star yang terhubung langsung dengan mewah menjadi nilai tambah dari The Infinity. Kawasan ini pun menjadi incaran kalangan selebriti negeri ini. Betapa tidak, di kawasan yang menyediakan Walk of Fame ini, memberikan kesempatan para selebriti unjuk popularitas. Dan tentunya, suasana ini bakal memberi kesan tersendiri bagi para penghuni kawasan Kemang Village yang dibangun Lippo Group dengan konsep The Ultimate Landmark of Life Style. [view]

Tulisan ini ditulis dan dimuat untuk VIEW edisi Juli 2009

Gerakan Gaya Hidup Hijau

SHARP Tree Adoption
kegiatan Tree Adoption ala SHARP dan Green Radio

Ajakan untuk hidup yang ‘serba hijau’ terus digadang-gadang. Tak sekadar itu, ajakan ini bahkan menjelma menjadi sebuah gaya hidup. Gaya hidup hijau bukan lantas harus serba warna hijau. Sejatinya, gaya hidup hijau lebih menitikberatkan kepada kepedulian terhadap bumi. Sayangnya, meski bukan hal yang baru, tapi gaya hidup ini banyak dilupakan orang.

Kini gerakan gaya hidup hijau, seakan menggurita mulai dari lingkungan keluarga, organisasi hingga kalangan korporasi. Beragam program ‘menghijaukan’ bumi kembali dikampanyekan. Entah mengatasnamakan program kepedulian sosial yang lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) atau sekadar latah bahkan lebih dari itu hanya sebatas pemanis bibir.

Semisal program Tree Adoption hasil kerja sama antara konsorsium Gedepahala (Gede Pangrango Halimun Salak), Conservation International Indonesia, Taman Nasional Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak beserta kelompok masyarakat sekitar yang bertujuan untuk merestorasi hutan. Pasalnya, berdasarkan penelitian setiap tahun negeri ini kehilangan 1,8 juta hektar atau sekira lima kali lapangan sepakbola per menitnya.

Program adopsi pohon yang bisa diikuti oleh perorangan hingga korporasi ini cukup menarik perhatian publik. Bahkan di era yang dipenuhi isu-isu efek pemanasan global, ‘adopsi pohon’ sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat yang peduli akan lingkungan. Tak heran bila kini banyak kalangan berbondong-bondong menanam pohon. Mulai dari lahan pekarangan rumah, kawasan perumahan elit, lahan jalur hijau, hingga hutan yang berstatus tanam nasional.

Salah satunya, pabrikan elektronik asal Jepang, Sharp telah mengadopsi sebanyak 500 pohon dengan lima jenis pohon yakni Rasamala, Puspa, Suren, Huru dan Saninten yang ditanam di lahan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cianjur. Kegiatan penanaman pohon yang menjadi bagian dari CSR pabrikan elektronik penemu Plasmacluster di lahan seluas satu hektar itu bertepatan dengan peringatan hari bumi, 22 April silam. Pun sebelumnya, beberapa korporasi papan atas melakukan hal yang sama.

“Kami menyadari hutan merupakan paru-paru dan penyimpan air terbaik, dengan penanaman pohon di Gunung Gede Pangrango ini setidaknya mampu membantu pemeliharaan ekosistem dan menjaga kelestarian hutan di Indonesia,” ungkap Presiden Direktur PT Sharp Electronics Indonesia, Fumihiro Irie.

Dari pihak pemerintahan pun seakan tak mau kalah dengan gerakan-gerakan penghijauan kembali bumi pertiwi. Semisal gerakan one man one tree yang dicanangkan Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Paling tidak, bila penduduk negeri ini yang berjumlah sekitar 230 juta jiwa, maka pada tahun 2009 ini akan ada 230 juta pohon baru akan dimiliki bumi Indonesia. Jika hal ini terlaksana dengan baik, bangsa Indonesia akan menikmati indahnya bumi pertiwi yang hijau berseri.

Isu gaya hidup hijau pun pernah menggejala di lahan bisnis properti. Tak sedikit kawasan perumahan baru yang tak hanya menawarkan desain bagus dan bermaterial mahal, melainkan mengusung tema ramah lingkungan dengan menghadirkan ‘hutan kota’ di dalam kawasan. Tak segan-segan, para pengembang kawasan pun berani mengalokasikan lahan hijaunya hampir separuhnya. Sehingga wajar, jika adanya kawasan hijau menjadi senjata ampuh promosi mereka. Bahkan, semua kawasan perumahan yang dibangun pengembang raksasa sekelas Grup Lippo mewajibkan hijau. Tak hanya itu, grup ini pun mengeluarkan aturan siapa yang menebang satu pohon akan didenda Rp 15 juta.

Diakui atau tidak, adanya efek pemanasan global, seakan menggugah manusia untuk sadar akan lingkungan. Meski sadar atau tidak, terkadang dalam kehidupan keseharian banyak diantara kita yang belum mencerminkan gaya hidup yang selaras dengan alam atau yang lebih dikenal dengan green lifestyle. [view]

Tulisan ini ditulis dan dimuat untuk VIEW Edisi Juni 2009