Ajakan untuk hidup yang ‘serba hijau’ terus digadang-gadang. Tak sekadar itu, ajakan ini bahkan menjelma menjadi sebuah gaya hidup. Gaya hidup hijau bukan lantas harus serba warna hijau. Sejatinya, gaya hidup hijau lebih menitikberatkan kepada kepedulian terhadap bumi. Sayangnya, meski bukan hal yang baru, tapi gaya hidup ini banyak dilupakan orang.
Kini gerakan gaya hidup hijau, seakan menggurita mulai dari lingkungan keluarga, organisasi hingga kalangan korporasi. Beragam program ‘menghijaukan’ bumi kembali dikampanyekan. Entah mengatasnamakan program kepedulian sosial yang lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) atau sekadar latah bahkan lebih dari itu hanya sebatas pemanis bibir.
Semisal program Tree Adoption hasil kerja sama antara konsorsium Gedepahala (Gede Pangrango Halimun Salak), Conservation International Indonesia, Taman Nasional Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak beserta kelompok masyarakat sekitar yang bertujuan untuk merestorasi hutan. Pasalnya, berdasarkan penelitian setiap tahun negeri ini kehilangan 1,8 juta hektar atau sekira lima kali lapangan sepakbola per menitnya.
Program adopsi pohon yang bisa diikuti oleh perorangan hingga korporasi ini cukup menarik perhatian publik. Bahkan di era yang dipenuhi isu-isu efek pemanasan global, ‘adopsi pohon’ sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat yang peduli akan lingkungan. Tak heran bila kini banyak kalangan berbondong-bondong menanam pohon. Mulai dari lahan pekarangan rumah, kawasan perumahan elit, lahan jalur hijau, hingga hutan yang berstatus tanam nasional.
Salah satunya, pabrikan elektronik asal Jepang, Sharp telah mengadopsi sebanyak 500 pohon dengan lima jenis pohon yakni Rasamala, Puspa, Suren, Huru dan Saninten yang ditanam di lahan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cianjur. Kegiatan penanaman pohon yang menjadi bagian dari CSR pabrikan elektronik penemu Plasmacluster di lahan seluas satu hektar itu bertepatan dengan peringatan hari bumi, 22 April silam. Pun sebelumnya, beberapa korporasi papan atas melakukan hal yang sama.
“Kami menyadari hutan merupakan paru-paru dan penyimpan air terbaik, dengan penanaman pohon di Gunung Gede Pangrango ini setidaknya mampu membantu pemeliharaan ekosistem dan menjaga kelestarian hutan di Indonesia,” ungkap Presiden Direktur PT Sharp Electronics Indonesia, Fumihiro Irie.
Dari pihak pemerintahan pun seakan tak mau kalah dengan gerakan-gerakan penghijauan kembali bumi pertiwi. Semisal gerakan one man one tree yang dicanangkan Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Paling tidak, bila penduduk negeri ini yang berjumlah sekitar 230 juta jiwa, maka pada tahun 2009 ini akan ada 230 juta pohon baru akan dimiliki bumi Indonesia. Jika hal ini terlaksana dengan baik, bangsa Indonesia akan menikmati indahnya bumi pertiwi yang hijau berseri.
Isu gaya hidup hijau pun pernah menggejala di lahan bisnis properti. Tak sedikit kawasan perumahan baru yang tak hanya menawarkan desain bagus dan bermaterial mahal, melainkan mengusung tema ramah lingkungan dengan menghadirkan ‘hutan kota’ di dalam kawasan. Tak segan-segan, para pengembang kawasan pun berani mengalokasikan lahan hijaunya hampir separuhnya. Sehingga wajar, jika adanya kawasan hijau menjadi senjata ampuh promosi mereka. Bahkan, semua kawasan perumahan yang dibangun pengembang raksasa sekelas Grup Lippo mewajibkan hijau. Tak hanya itu, grup ini pun mengeluarkan aturan siapa yang menebang satu pohon akan didenda Rp 15 juta.
Diakui atau tidak, adanya efek pemanasan global, seakan menggugah manusia untuk sadar akan lingkungan. Meski sadar atau tidak, terkadang dalam kehidupan keseharian banyak diantara kita yang belum mencerminkan gaya hidup yang selaras dengan alam atau yang lebih dikenal dengan green lifestyle. [view]
Tulisan ini ditulis dan dimuat untuk VIEW Edisi Juni 2009