“Jika elit dan kepemimpinan Indonesia tidak memiliki dorongan, imajinasi, keinginan untuk berinovasi dan ketegasan untuk mencapai terobosan dalam pembangunan dan pemerintahan, maka bahaya yang dihadapi Indonesia dapat membalikkan semua kemajuan, semua prestasi sosial, politik dan ekonomi yang telah kita capai.”
Indonesia, sebagai negara yang besar tentu memiliki potensi dan tantangan yang besar pula. Besarnya populasi sekitar 241 juta jiwa dengan produk domestik bruto hampir satu triliun dolar Amerika dan tingkat pertumbuhan enam persen per tahun, Indonesia merupakan perekonomian terbesar keenam belas di dunia. Sejatinya dengan kondisi seperti itu, bangsa Indonesia harus optimis menatap masa depan untuk menjadi bangsa yang maju, modern dan makmur.
Tapi potensi saja tidak cukup. Kemajuan dan kemakmuran jelas tidak datang dengan sendirinya. Seperti yang dikatakan Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan, “Butuh sebuah keberanian besar dan karakter yang kuat untuk membalikan pernyataan bahwa perkembangan bangsa ini hanya sebatas potensi.”
Menurut Prabowo, segenap elemen bangsa ini harus memiliki inovasi, kreativitas, kejujuran dan keberanian untuk menemukan strategi dan solusi untuk masalah-masalah yang dihadapi. “Keberanian untuk tidak mengabaikan masalah-masalah kita, atau mengubur kepala kita di pasir, berpura-pura bahwa kita tidak memiliki masalah, tantangan dan hambatan di hadapan kita. Kita tidak boleh hanya mengandalkan harapan, atau optimisme palsu, bahwa kita dapat mengatasi masalah kita tanpa perlu berani mengambil tindakan-tindakan yang sulit,” tandasnya saat menyampaikan paparan tantangan masa depan Indonesia di hadapan para cendikiawan muslim Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut putra Begawan ekonomi Indonesia Soemitro Djojohadikusumo ini, Indonesia memiliki empat tantangan besar yang harus dihadapi. Tantangan-tantangan tersebut dapat menjadi hambatan, bahkan dapat melumpuhkan harapan dan aspirasi bangsa ini untuk masa depan.
Tantangan tersebut diantaranya, pertama dan paling penting dari semua, yaitu menipisnya sumber daya energi. Kedua, Indonesia menghadapi peningkatan eksponensial dalam jumlah populasi, suatu kondisi yang disebut sebagai ledakan penduduk. Ketiga, kita menghadapi isu pemerintahan yang lemah, tidak efisien dan korup. Keempat, ada ketidakseimbangan struktural perekonomian Indonesia.
Prabowo mengingatkan, saat ini bangsa Indonesia mengkonsumsi sekitar 500 juta barel minyak setiap tahun, dengan peningkatan sebesar 10 juta barel per tahun. Pada tahun 2009, cadangan minyak sebesar 4,3 miliar barel. Bahayanya, jika tidak ada penemuan baru, cadangan minyak negara ini akan habis dalam 12 tahun. “Berarti, pada tahun 2021 kita akan perlu mengimpor semua kebutuhan minyak dari luar negeri, atau menggantinya dengan pasokan energi alternatif,” ungkapnya.
Namun demikian, lanjut Prabowo, negeri ini juga memiliki potensi cadangan gas alam dan batu bara yang sangat tinggi dan luar biasa. Setidaknya, Indonesia memiliki cadangan gas alam sebesar 107 triliun kaki kubik yang setara dengan 34 tahun jika tingkat produksi per tahun tidak meningkat. Pun dengan cadangan batu bara yang mencapai 21 miliar ton. Jumlah yang cukup untuk 79 tahun kedepan dengan tingkat produksi seperti saat ini.
“Saya yakin saat ini sejumlah elit merasa aman dalam pemenuhan kebutuhan dua energi itu. Tapi saya ingin mengingatkan, bahwa saat ini 39 persen dari pasokan energi Indonesia bergantung pada minyak. Jika cadangan minyak di Indonesia habis, maka kita akan harus mengganti pasokan dengan batubara, gas alam, atau sumber energi alternatif,” ujarnya.
Setidaknya, kata Prabowo, dalam satu generasi mendatang, Indonesia akan masih sepenuhnya tergantung pada impor untuk semua kebutuhan energi, kecuali bangsa ini mempersiapkan bentuk energi alternatif. Bahkan suka atau tidak, kita juga harus mempertimbangkan bahwa dalam 30 sampai 50 tahun ke depan, Indonesia harus mengembangkan tenaga nuklir.
Tantangan berikutnya adalah ledakan penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini, Indonesia berpenduduk 241.000.000 orang dengan kenaikan 1,6 persen setiap tahunnya. Setidaknya, dalam 20 tahun ke depan, Indonesia akan memiliki 76.000.000 mulut baru untuk diberikan makan. Tentu akan ada tantangan untuk menyediakan rumah, klinik, rumah sakit, pekerjaan, dan yang terpenting adalah makanan. “Sejarah dunia mengajarkan kepada kita bahwa krisis pangan dapat menyebabkan ketidakstabilan, pergolakan dan disintegrasi bangsa,” ujar Prabowo mengingatkan.
Berikutnya yang harus dihadapi bangsa Indonesia adalah tantangan untuk mengubah pemerintahan yang lemah, tidak efisien dan korup. Memang, menurutnya tantangan ini sulit untuk dihitung, tapi sangat nyata dan aktual. Pemerintahan yang lemah menyebabkan inefisiensi. Inefisiensi mengarah ke korupsi. Korupsi menyebabkan kurangnya pembangunan, minimnya pelayanan layanan publik dan kurangnya pertumbuhan ekonomi. Kekurangan ini akan menghasilkan kesenjangan. Disparitas dan kesenjangan biasanya menyebabkan pemerintahan yang lemah, atau bahkan negara gagal. “Kondisi ini saya gambarkan sebagai lingkaran setan,” tandasnya.
Menurut Prabowo, salah satu cara untuk melihat seberapa efisien sebuah pemerintahan dijalankan dalam suatu negara, adalah dengan melihat berapa banyak warga yang dapat diayomi oleh sebuah badan pemerintahan otonom. Sebagai contoh, Cina adalah negara dengan 1,4 miliar orang. Cina memiliki 33 provinsi dan daerah otonom, atau 1 badan otonom untuk setiap 42 juta orang. Di India, ada 35 negara bagian dan daerah otonom untuk mengatur 1,21 miliar orang. Artinya, ada sekitar 34 juta orang untuk setiap negara bagian atau wilayah otonom.
Sementara Indonesia, negara dengan 241 juta orang, memiliki 497 badan pemerintah otonom (kabupaten dan kota). Setiap bupati dan walikota di Indonesia dipilih secara demokratis, dan dapat membuat undang-undang untuk memerintah sekitar 484.000 orang. “Bisa dibayangkan inefisiensi yang telah kita buat untuk diri kita sendiri,” tegasnya.
Masalah perilaku korup para pejabat publik tentu sudah menjadi rahasia umum. Dari 33 gubernur sejak masa reformasi, ada 17 gubernur didakwa korupsi. Sebanyak 138 bupati dijebloskan ke penjara karena korupsi. Sekitar 30 persen dari pejabat publik Indonesia berada di bawah tuduhan korupsi.
“Saya sering menyampaikan, satu cara mudah untuk mengevaluasi efektivitas dan kinerja bupati adalah dengan melihat kualitas jalan di Kabupaten-nya. Jika sebagian besar jalan berada dalam kondisi buruk, kita dapat dengan mudah memprediksi bahwa bupati dan pemerintahannya melakukan pekerjaan yang buruk, dan kemungkinan besar bupati tersebut diselidiki untuk tindak pidana korupsi,” tegasnya.
Tantangan lain yang juga sangat penting adalah perekonomian. Memang, sekilas terlihat dalam kondisi yang baik, nyatanya perekonomian negeri ini mengalami ketidakseimbangan struktural yang berbahaya. Menurutnya, hal ini bisa dilihat dari soal peredaran uang di Indonesia. Sebanyak 60 persen uang, beredar di ibukota Jakarta, 30 persen beredar di 32 kota lainnya, dan hanya 10 persen dari uang yang beredar di Indonesia, beredar di daerah pedesaan. “Padahal, faktanya 60 persen penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan. Ini berarti hanya sepuluh persen uang yang beredar diantara 60 persen dari populasi kita,” tegasnya.
Lebih parah lagi, jika menilik pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia yang sebesar Rp 1.200 triliun pada tahun 2012 hanya mengalokasikan Rp 34 triliun, atau 3 persen untuk sektor pertanian. Hal ini sangat bertolak belakang dengan fakta bahwa 60 persen penduduk Indonesia hidup dari sektor pertanian.
Menurutnya, ketidakseimbangan ini mengindikasikan adanya ketimpangan struktural dalam perekonomian Indonesia. Ketidakseimbangan ini telah menciptakan rasa ketidakpuasan dan rasa ketidakadilan. “Ada rasa bahwa setelah 67 tahun merdeka, kemajuan ekonomi hanya menguntungkan segelintir elit saja,” ujar Ketua Umum DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) ini.
Dengan tantangan seperti itu, maka dibutuhkan upaya-upaya strategis untuk bisa keluar dari kemelut sekaligus menjadikannya sebagai jendela kesempatan. Mau tidak mau, Indonesia harus memanfaatkan keuntungan kompetitif yang dimilikinya. Menurutnya, kondisi geografi tropis menyediakan kita dengan keunggulan kompetitif di bidang pertanian. Indonesia menempati 11 persen dari 27 persen zona tropis dunia.
Diakui bahwa saat ini ada 77 juta hektar hutan yang rusak. Setidaknya, kecepatan kerusakan hutan kita setara dengan enam lapangan sepak bola setiap sepuluh menit. “Saya mengusulkan, bencana ekologi dan ekonomi ini kita ubah menjadi peluang ekonomi dengan mencetak 10 sampai 16 juta hektar lahan produktif dalam 20 tahun ke depan, untuk memproduksi pangan dan bio-energi,” usulnya.
Kemudian, strategi ekonomi yang didasarkan pada agro-industri adalah solusi untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Ini akan menciptakan daya beli untuk mereka yang saat ini miskin dan menganggur. Peningkatan daya beli ini akan meningkatkan permintaan, permintaan akan meningkatkan konsumsi, dan konsumsi menyebabkan pertumbuhan riil ekonomi Indonesia.
Disamping itu, menurut Prabowo, untuk mengatasi ledakan penduduk, bangsa ini harus meningkatkan investasi untuk pendidikan dan kesehatan. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan, tingkat kelahiran akan turun. “Diperlukan sebuah kampanye besar, kampanye terpadu, yang dikelola dengan baik dan berkelanjutan untuk mengurangi tingkat kelahiran penduduk kita,” imbuhnya.
Sementara untuk mengatasi tantangan pemerintahan yang lemah, tidak efisien dan korup, menurutnya, diperlukan kehendak politik dan kepemimpinan yang kuat. Kepemimpinan yang memiliki keberanian untuk melaksanakan pemerintahan yang bersih, manajemen yang efisien, serta kontrol ketat dari anggaran belanja publik. Tidak hanya manajemen yang efisien dan ketat, tetapi juga harus kreatif, efektif dan imajinatif dalam menggunakan teknologi informasi, manajemen dan teknik paling modern.
“Kita memerlukan kemauan dan tekad untuk membasmi praktik korupsi di semua tingkatan, di semua sektor pemerintah. Semua tingkat pemerintahan harus memimpin dengan contoh. Kita perlu untuk mengalokasikan sumber daya kita untuk meningkatkan gaji dan kualitas hidup pegawai negeri, terutama para birokrat kunci, pejabat negara kunci yang menjalankan negara dan membuat keputusan untuk bangsa sehari-hari,” tandasnya.
Prabowo menuturkan bahwa Lee Kuan Yew, mantan Perdana Menteri Singapura pernah berkata kepadanya, “If you pay peanuts, you will get monkeys,” yang artinya, jika Anda membayar dengan kacang, Anda akan mendapatkan monyet. “Itulah sebabnya Singapura membayar pejabat publik mereka dengan gaji tertinggi di dunia,” katanya.
Sedangkan untuk mengatasi ketidakseimbangan struktural ekonomi, menurut Prabowo, bangsa ini harus melakukan reorientasi ekonomi. Kita tidak boleh dibutakan atau terikat oleh sebuah teori atau ideologi tertentu. Sejarah mengajarkan kita bahwa tidak ada satu solusi, tidak ada satu model yang dapat diterapkan secara sukses pada setiap kasus, pada setiap negara di seluruh dunia. Setiap negara harus menemukan dan menerapkan model ekonomi sendiri, model ekonomi yang berdasarkan sejarah, budaya dan keadaan sendiri.
“Kita bisa belajar dari orang lain, tapi kita tidak bisa begitu saja menerapkan apa yang berhasil diterapkan oleh negara-negara lain,” ujarnya.
Untuk itu, Prabowo menekankan bahwa kepemimpinan nasional Indonesia harus berusaha untuk mencapai ekonomi yang seimbang, dengan sistem ekonomi campuran yang menggunakan prinsip-prinsip terbaik dari kapitalisme dan ekonomi pasar, dengan partisipasi yang kuat dari negara dan pemerintah dalam sektor-sektor strategis. Menggabungkan atribut terbaik dari kapitalisme dengan atribut terbaik dari sosialisme adalah hal yang digariskan oleh pendiri Indonesia dalam Pembukaan dan Pasal 33 UUD 1945. “Saya menyebut rencana saya untuk Indonesia, dengan sebutan Strategi Dorongan Besar. Sebuah strategi untuk mencapai beberapa tujuan secara bersamaan,” paparnya.
Menurutnya, dengan strategi dorongan besar tersebut, setidaknya akan diperoleh manfaat diantaranya; pertama, strategi ini akan mengamankan pasokan pangan Indonesia. Kedua, strategi ini akan memungkinkan Indonesia untuk menjadi mandiri dalam energi. Ketiga, strategi ini akan menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan secara drastis, meningkatkan daya beli, meningkatkan konsumsi dan mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Keempat, dampak dari peningkatan kapasitas belanja nasional dapat digunakan untuk meningkatkan gaji dan kualitas hidup pegawai negeri sipil dan pejabat publik, sebuah upaya nyata untuk menghilangkan korupsi dari birokrasi Indonesia dan aparat pemerintah. Kelima, dengan pemerintahan yang kuat dan bersih, kita bisa melaksanakan transformasi perekonomian Indonesia dari ekonomi berbasis komoditas/bahan baku, menjadi ekonomi modern, canggih, berbasis pengetahuan.
Upaya utama yang dilakukan dalam strategi dorongan besar, diantaranya; mengubah 16 juta hektar hutan rusak menjadi lahan pertanian produktif. Dari 16 juta hektar itu diperuntuhkan 10 juta hektar untuk bahan bakar nabati atau biofuel, 6 juta hektar untuk tanaman pangan. Pengubahan ini selesai dalam 20 tahun. Pengubahan ini memerlukan waduk, irigasi, bendungan, desa-desa, kota-kota, unit pengolahan, kilang, kereta api, jalan raya, pelabuhan, lapangan terbang, dan infrastruktur baru lainnya. Pengubahan ini melibatkan transmigrasi, pelatihan dan pemberian pekerjaan untuk 4 orang per hektar.
Sementara upaya sekunder dalam rangka menunjang strategi dorongan besar adalah, pertama melakukan intensifikasi lahan produktif yang sudah ada dengan memperkenalkan teknologi pertanian, teknologi pengolahan dan memperbaiki distribusi produk pertanian. Kedua, meningkatkan kualitas sistem pendidikan nasional. Ketiga, meningkatkan kualitas sistem kesehatan nasional. Keempat, meningkatkan efisiensi perpajakan dan sistem penerimaan nasional. Kelima, meningkatkan efisiensi seluruh aparatur pemerintah. Keenam, meningkatkan gaji dan kualitas hidup dari semua pejabat pemerintah, terutama para pengambil kebijakan strategis. Ketujuh, menyederhanakan dan meningkatkan efisiensi lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Boleh jadi, menurut Prabowo, beberapa kalangan mengatakan bahwa apa yang diusulkannya hari ini adalah mimpi belaka. Tetapi dengan disiplin yang kuat, Prabowo yakin, bangsa ini dapat membuat apa yang tampaknya tidak mungkin, menjadi mungkin. “Selalu saja ada orang-orang yang mencari alasan untuk tidak mencoba. Namun, sejarah bangsa-bangsa yang sukses dan besar mengajarkan kepada kita bahwa para pemimpin sejati adalah mereka yang memiliki keberanian untuk mencoba dan menawarkan solusi untuk mengatasi masalah-masalah besar,” tandas calon Presiden dari Partai Gerindra ini.
“Saya dibesarkan dengan motto: siapa berani, menang,” ucapnya.
Sekarang adalah waktunya bagi Indonesia untuk berani, untuk melakukan dan mencapai apa yang banyak pengamat katakan mustahil. Indonesia bukan hanya potensi. Indonesia, yang melunasi mimpi para pendiri bangsa pada tahun 1945. Indonesia yang adil dan makmur. Indonesia yang dapat melindungi semua warganya, terlepas dari ras, latar belakang agama, etnis atau sosial. Indonesia yang dihormati karena kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya, dan kontribusinya terhadap penciptaan perdamaian dunia. [G]
Catatan: Artikel ini ditulis dan dimuat untuk Majalah GARUDA edisi Januari 2013