Yeni Meliani : Aktivitas Politik itu Amanah

Lahir dan dibesarkan sebagai anak petani, membuatnya sadar dan paham dengan apa yang dialami petani. Berbagai ketimpangan dan nasib petani yang memprihatinkan membuatnya terpanggil untuk berbuat sesuatu lewat jalur politik demi tanah kelahirannya. Terlebih, tanah leluhurnya hingga kini masih menyandang predikat daerah tertinggal.

yenkYa, itulah yang dirasakan Yeni Meliani, SE. Perempuan kelahiran Rangkasbitung, 8 Juni 1975 ini bertekad untuk mengangkat sekaligus menyetarakan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lebak dengan daerah lainnya. Setidaknya untuk wilayah propinsi Banten saja, syukur kalau bisa lebih dari itu. “Sebagai anak petani yang terjun ke dunia politik, saya harus berbuat sesuatu untuk Kabupaten Lebak, agar tidak tertinggal terus,” tegas perempuan yang akrab disapa Yeni ini.

Keterlibatan Yeni di pentas politik bukan sekadar latah terbawa euphoria panggung politik. Sebelum bergabung di Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) pada 2009 lalu, Yeni pernah tercatat sebagai politisi perempuan yang menjajal kemampuannya di dunia politik praktis pada Pemilu 2004 lewat Partai Persatuan Daerah (PPD). Meski pada akhirnya gagal, tak lantas membuat ibu empat orang anak ini menyerah. Tahun 2009 lalu, Yeni pun kembali maju sebagai caleg DPRD Kabupaten Lebak di bawah bendera Partai Gerindra. Walau raihan suaranya bertengger di urutan kedua, ia masih kalah suara dengan caleg partai lain. Meski begitu, tak menyurutkan semangatnya untuk terus berkecimpung di dunia politik. Kala itu disamping maju sebagai caleg, Yeni pun ikut membidani lahirnya sekaligus menjadi pengurus partai berlambang kepala burung Garuda sebagai Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra Kabupaten Lebak.

Seiring berjalannya waktu, Yeni pun diminta oleh Budi Heriyadi, selaku anggota DPR-RI dan sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Provinsi Banten untuk mengisi posisi Wakil Ketua DPD. “Selain untuk memenuhi kuota 30 persen perempuan, saya diminta orangtua yang memang aktif di HKTI dan KTNA untuk ikut mendirikan Partai Gerindra di Lebak,” kata Yeni yang tercatat sebagai caleg DPRD provinsi Banten dari daerah pemilihan Kabupaten Lebak pada Pemilu 2014 nanti.

Majunya Yeni untuk ketiga kalinya sebagai caleg perempuan di pemilu nanti bukanlah tanpa sebab. Selain sebagai bentuk tanggungjawab atas suara yang diraihnya pada 2009 lalu, istri dari Awang Chodari Bachtiar ini bertekad untuk membesarkan partai, memenangkan Partai Gerindra dan mengantarkan Prabowo Subianto menjadi Presiden di 2014 nanti.

“Saya hanya ingin membesarkan partai, memperjuangkan Pak Prabowo menjadi presiden. Kalaupun saya tidak jadi, saya harap Gerindra menang di Lebak dan Prabowo Presiden,” tegas Yeni yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan keluar masuk perkampungan di Lebak, kampung halamannya.

Sejumlah program berbasis ekonomi kerakyatan tengah digalakkannya bersama para petani dari berbagai desa di Lebak yang masih setia berada dalam barisannya. Salah satunya adalah koperasi bagi petani dan nelayan –yang selama ini hanya dimanfaatkan sejumlah elit di Lebak. Ia pun gregetan melihat nasib petani yang hanya jadi dagangan politik. “Ada Gapoktan hanya diambil KTP-nya saja, tapi petani itu tidak dapat apa-apa. Untuk itu kita akan merubah itu. Untungnya saya dipertemukan dengan orang-orang yang memiliki loyalitas,” kata aktvis Perempuan Indonesia Raya (PIRA) ini.

Sejak usia remaja, Yeni memang dikenal sosok yang mandiri dan selalu penasaran akan hal-hal baru, termasuk politik. Anak keenam dari tujuh bersaudra ini, dikenal tak pernah bergantung pada orang lain. Beruntung ia dipertemukan dengan para aktivis Lebak yang siap membantu mengantarkannya ke kursi parlemen.

“Apapun saya mengerjakan sendiri, dengan apa yang saya punya, apa yang saya bisa, sampai saat ini pun, saya tidak melibatkan orang lain. Karena memang saya bisa dan tidak ingin merepotkan orang lain,” ujar Yeni yang mengaku keterlibatanya dirinya pada partai politik sebagai bentuk amanah.

Sebagai putra daerah, ia sangat berharap ada perubahan dan pembaharuan untuk masyarakat Kabupaten Lebak, termasuk Partai Gerindra yang menjadi rumah perjuangan dan kehidupan politiknya. Karena hingga saat ini, jangankan untuk tingkat nasional, di wilayah Banten saja, masih sangat jauh sekali ketertinggalannya dibanding daerah lain. “Karena sejak 2008, keinginan saya hanya ingin membesarkan partai dan Prabowo, sehingga bisa berbuat banyak untuk Lebak,” tuturnya. [G]

Catatan:

  • Artikel ini ditulis dan dimuat untuk Majalah GARUDA edisi Juni 2013
  • Pada Pemilu 2014 ini, Yeni Meliani maju sebagai calon legislatif (caleg) DPRD Provinsi Banten dari Partai Gerindra nomor urut 3 untuk daerah pemilihan (dapil) Kabupaten Lebak

Budi Heryadi: Menjaga dan Membangun Citra

Sejak tercatat sebagai wakil rakyat dua tahun silam, ia harus pintar-pintar membagi waktu, tenaga dan pikiran. Tak hanya sibuk di gedung parlemen, ia pun diamanahi menjaga dan membesarkan partai di wilayah Banten.

Boleh jadi, Oktober ini adalah bulan yang menyibukkan dirinya. Pasalnya, selain tercatat sebagai anggota Komisi IV, Budi Heryadi juga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR –yang tengah menjadi sorotan rakyat— yang harus menyelesaikan pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2012 yang sempat mandek dua pekan gara-gara pimpinannya ngambek. Padahal berdasarkan undang-undang, pembahasan RAPBN harus selesai pada 20 Oktber ini.

Di saat yang sama, sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Banten, Budi pun bertanggungjawab untuk memenangkan pasangan Ratu Atus Chosiah – Rano Karno yang maju dalam pemilihan gubernur Banten periode 2011-2016 yang akan berlangsung pada 22 Oktober ini. “Bulan ini benar-benar padat, tak sekedar urusan parlemen, urusan di daerah yang menjadi tanggungjawab saya sangat menyita waktu, tenaga dan pikiran,” ujar politikus kelahiran Jakarta, 6 November 1959 ini.

Diakuinya, setelah terlibat langsung di panggung politik praktis bukanlah perkara mudah seperti membalikkan tangan. Terlebih menjadi golongan minoritas di Senayan memang menyakitkan. Tapi bukan lantas menyerah dengan keadaan. Pasalnya lebih mendingan dibanding hanya menjadi parlemen jalanan, berteriak-teriak di jalananan yang kerap tak dianggap. “Di parlemen ini, lumayan juga suara kita, meskipun pahit rasanya, tapi mampu mempengaruhi arah angin politik,” tegas Budi yang mengantongi 22.854 suara dalam pemilu legislatif 2009 lalu dari dapil Banten III.

Menurutnya, kondisi ini yang terus memompa dirinya tetap bertekad untuk membesarkan dan menjaga partai yang telah membesarkan namanya. Sebagai orang nomer satu di tubuh Partai Gerindra propinsi Banten, Budi pun bertekad untuk meraih suara sebanyak 13 – 15 persen pada 2014 mendatang. “Setidaknya mempertahankan suara yang ada. Dan Oktober ini menjadi barometer kekuatan Gerindra di Banten, kalau bisa meningkat, maka ada tanda-tanda keberhasilan Gerindra untuk naik pada pemilu mendatang,” ujar Budi berharap.

Keterlibatannya di dunia politik berawal ketika ia kerap mendengarkan ceramah-ceramah dai sejuta umat, KH Zainudin MZ (almarhum) bahwa tidaklah mungkin berbuat sesuatu mana kala kita berada di luar ring kekuasaan atau parlemen. “Parlemen ini kunci untuk memperjuangkan aspirasi rakyat,” ujarnya menirukan omongan kyai kondang yang mengajaknya untuk terjun ke politik praktis sekitar tahun 2002 silam.

Ya, karir politiknya mulai dijejaki dari bawah dengan bergabung bersama sang kyai di Partai Bintang Reformasi (PBR) –yang didirikannya pada tahun 2002. Di sini pula ia bertemu dengan rekan bisnisnya Ahmad Muzani. Ketika terjadi kisruh pada munas yang akhirnya pecah, Budi tetap memilih masuk dalam kubu Zainuddin MZ dan disana ia ditunjuk sebagai Ketua OKK. Pun ketika akhirnya Zainuddin memilih mundur dari panggung politik, ia pun mundur pula.

Rupanya, dinamika dunia politik telah membiusnya, sehingga selepas mundur dari PBR, saat itu ia berencana untuk terus mengabdikan diri di politik. Gayung pun bersambut, ketika sahabatnya, Ahmad Muzani mengajak untuk mendirikan partai bersama Prabowo Subianto. Awalnya ia sangsi dengan ajakan rekan seperjuangannya itu. Setelah mendengar dan mempelajari garis perjuangan yang diusung Prabowo ia pun bersedia gabung. “Dari 62 orang, dalam akta pendirian nama saya berada di urutan ke-15 sebagai pendiri,” kata lulusan Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten ini.

Selain sebagai pendiri dan dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Jenderal, Budi pun mendapat mandat langsung dari Prabowo untuk mendirikan Partai Gerindra di wilayah Banten, Nangroe Aceh Darussalam, Kalimantan Tengah serta menyelesaikan berbagai persoalan di wilayah Sumatera Utara dan Riau. “Selain saya Wasekjen DPP, juga ditunjuk sebagai Ketua DPD Banten. Dan karena ada aturan tidak boleh rangkap jabatan, saya pilih konsentrasi di DPD,” terang politisi yang berhasil mengantarkan Partai Gerindra Banten meraih 6 persen, melebihi target minimal sebesar 4,7 persen pada pemilu 2009 lalu.

Tak pelak, di hadapannya terbentang perjuangan berat telah menantinya. Segala daya dan upaya dikerahkan, termasuk mengawal segala keputusan partai dalam berbagai hal. Diakuinya meski bukan partai besar di Banten, keberadaan Gerindra sangat mencolok. Terlebih terobosannya dengan melengkapi armada mobile di setiap DPC yang multiguna. “Semua itu demi kebesaran partai sebagaimana yang pernah dicontohkan Ketua Dewan Pembina,” urainya.

Masih kuat dalam ingatannya saat awal-awal perjuangan mendirikan Partai Gerindra di Banten yang sempat ditertawakan oleh massa, gara-gara nama partainya –yang bagi masyarakat  Banten— agak kurang enak didengar telinga. Tapi akhirnya setelah melalui perjuangan keras didukung dengan tampilnya Prabowo menyampaikan visi misi di layar televisi, perlahan kata ‘gerindra’ jadi enak didengar. “Bukan sekedar enak didengar di telinga dan di hati, tapi enak dilihat, enak juga untuk dipilih,” kata suami dari Ida Rachmawati ini.

Untuk itu, ayah enam anak ini kerap menanamkan pelajaran untuk istri dan anak-anaknya bahwa mereka harus jadi panutan, kalau Gerindra mau dilirik orang lain. Budi pun terus mengingatkan keluarganya bahwa jadi politisi itu lebih banyak setannya dari pada kyai atau ulamanya. Karena tugas terberat dalam berpolitik adalah menjaga citra baik politisi yang rawan dengan godaan. Semoga dari Banten akan bermunculan politisi yang siap mental berlaga di pentas politik praktis yang penuh intrik. [G]

Catatan: Artikel ini ditulis dan dimuat untuk Majalah GARUDA, Edisi Oktober 2011

Pesona Batik Banten

foto by fernandez

Unik, cantik, menarik dan selalu fashionable dalam setiap paduan tekstur, motif dan jenis bahan. Paling tidak itulah gambaran batik Banten yang hadir dengan corak dan motif tersendiri. Pun dengan tenun suku Baduy asli Banten, dengan kekhasan tersendiri tak kalah menariknya. Meski memang, pamornya belum setenar batik Pekalongan, Solo, Yogyakarta atau Cirebon.

Dari batik dan tenun Banten inilah tampil koleksi busana elegan yang tak sekadar diwujudkan lewat keahlian semata, tapi kecintaan akan budaya dan tradisi leluhur yang sarat makna. Keindahan batik dan tenun Banten itu dipamerkan dalam peragaan busana yang mengusung Kharisma Batik dan Tenun Banten, hasil rancangan desainer Riny Suwardy. Lewat peragaan busana yang terangkum dalam gelaran Parade Budaya Banten 2009 yang diadakan beberapa waktu lalu di bumi Jawara ini— sang desainer seakan menunjukkan kemampuannya dalam mendesain busana elegan, menarik dan penuh eksplorasi dalam setiap potongan dan desainnya.

Lewat tangan dinginnya, batik dan tenun Banten menjelma menjadi sebuah busana berkelas yang terbagi dalam empat sequen. Diantaranya busana kerja, busana pesta, busana kasual dan koleksi batik dalam tenun Banten yang dikolaborasikan dengan kebaya.  Dalam pengaplikasikan rancangannya, Riny memadukan frill dan kerutan-kerutan. Selain itu aksen bulu-bulu, sehingga memberi kesan girly dan menarik.

“Dalam koleksi ini, saya bermain cutting, serta konsep padupadan, agar koleksi tetap terlihat menarik. Saya tetap membawa ciri khas saya seperti frill, lipit-lipit, model bulu, kristal swarovski, dan payet,” ujar perempuan kelahiran Jakarta, 19 Januari 1971 ini.

Dari segi motif, batik dan tenun Banten memang lebih cukup berani dalam hal permainan warna. Sehingga kesan yang ditampilkan dalam desain-desain busana karya Riny kali ini memang berbeda, lebih girly dan fun. “Keunikan batik Banten tampak pada warnanya, sedangkan tenun Banten pada ornamennya yang sederhana,” tegasnya.

Permainan warna yang berani pada batik Banten seperti pada motif paku debus dan surosowan ini dipengaruhi keberadaan budaya Cina Benteng yang memang selalu menonjolkan warna-warna cerah. Sementara batik dan tenun Baduy yang memang agak susah mengubah warnanya, sebab hanya terdiri dari hitam dan biru saja dan tidak ada modifikasi. [view]

Artikel ini ditulis dan dimuat untuk VIEW Edisi Oktober 2009